,

Book Review : The Things You Can See Only When You Slow Down How to be Calm in a Busy world


Cover Buku yang Aku Beli



Penulis                         : Haemin Sunim

Jenis buku                   : Non fiksi – Self Improvement

Penerbit                       : Penguin Life

Tahun terbit                 : 2017

Jumlah halaman           : 265 halaman

“Is it the world that’s busy, or is it my mind?”

The world moves fast, but that doesn’t mean we have to. In This best – selling mindfullness guide – Haemin Sunim, a renowned Buddhist meditation teacher born in Korea and educated in the United States, illuminates a path to inner peace and balance amid the overwhelming demands of everyday life. (Source : goodreads.com)

xxx

Sebelum meninjau buku ini lebih detail, mungkin kita perlu lebih dulu tahu tentang penulisnya. Haemin Sunim adalah seorang biksu Buddhisme Zen, profesor, dan sekaligus penulis yang berasal dari Korea Selatan. Ia cukup terkenal di media sosial karena aktif memberikan nasihat hidup dan ajaran – ajaran meditasi. Berawal dari situlah Haemin kemudian mulai menuliskannya dalam bentuk buku. Bukunya yang berjudul The things You Can See Only When You Slow Down dan Love for Imperfect Things hingga saat ini masih sangat hype karena disukai oleh pembacanya dari seluruh dunia.

Setelah tau latar belakang pengarangnya, pasti sudah bisa menduga ya kira – kira bukunya seperti apa. Ya, buku ini sarat akan ajaran agama Budha. Mindfullness, ketenangan, dan meditasi. Aku suka menikmati rangkaian kalimat-kalimat motivasi tentang pikiran positif dan mindfullness yang sering dijadikan konten di sosial media saat ini. Kata – kata mutiara dari Sang Budha selalu bisa menyentuhku walaupun aku tidak menganut kepercayaan tersebut. Namun, tentu sebagai orang awam aku tidak paham secara utuh sehingga dalam beberapa pernyataan aku menikmati keindahan dari kalimatnya saja tanpa benar – benar memaknai. Menurutku, Haemin Sunim sukses membawakan ajaran – ajaran tersebut dengan ‘bahasa universal’ yang bisa dipahami oleh orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama. Haemin tidak menggurui pembaca dengan doktrin – doktrin agama. Sebaliknya, ia berusaha menyampaikan poin – poin penting dalam hal – hal yang sering kita alami dan rasakan dalam hidup sehari – hari sebagai ‘manusia’, tanpa embel – embel lainnya. Aku kurang suka buku yang terlalu membenarkan suatu ajaran dan menyudutkan ajaran lain karena aku merasa tipe buku seperti itu membuatku kurang relate dengan isinya dan akhirnya bosan. Keobjektifan buku ini membuatku nyaman dalam membaca dan bahkan mungkin ini bisa dikatakan buku pertama di tahun 2020 yang aku baca dengan sangat antusias dan aku selesaikan dengan sesegera mungkin. Pokoknya jadi buku top priority yang harus segera selesai dibaca, mengingat aku masih punya tumpukan buku yang belum kebaca sampai sekarang.

Secara umum, buku ini terdiri dari 8 bab dengan tema bahasan yang berbeda – beda. Tiap bab diawali dengan cerita singkat dari pengalaman Haemin terkait tema tersebut dan kemudian diikuti dengan kalimat – kalimat bijak dan tips yang lagi – lagi kutekankan... sama sekali tidak menggurui atau memaksa. Di awal bab dan di beberapa bagian ada ilustrasi – ilustrasi yang sederhana namun entah bagaimana menenangkan. Ilustrasi baik di sampul maupun di selipan ceritanya juga sangat eye-catching dan memanjakan mata. Bagian dari buku ini yang paling aku suka dan relate banget dengan situasiku sekarang adalah:

1.    What our mind focuses on becomes our world (p.11)

This words really hit home! Aku bener – bener langsung kayak ‘Wah gila, iya banget ini’. Aku tipikal orang yang gampang overthinking dan sering gak sadar udah memusatkan pikiran tuh ke hal – hal yang negatif atau yang gak aku inginkan duluan. Akibatnya tanpa sadar aku lupa tujuan utamaku dan lupa untuk mengusahakannya semaksimal mungkin karena pikiranku gak fokus ke hal utama. Sedihnya, hal itu seringkali membuat apa yang aku gak harapkan justru bener – bener terjadi. Kalo baca buku Paulo Coelho yang judulnya Alchemist, disitu juga ditegaskan And, when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.”. Nah kan, ternyata kekuatan pikiran tuh mempengaruhi bagaimana kita mendapatkan segala sesuatu dan bagaimana semesta berusaha mewujudkan apa yang kita mau. Sementara aku sendiri pikirannya udah bercabang duluan, semesta juga bingung kali ya bagaimana harus mewujudkan apa yang aku mau sebenernya. Hehe

2.    No matter what we do, the top button of our business must be fastened properly. If we think, “I’ll just do it this way for now and fix it later,” it usually does not happen, because later we may not have the motivation to fix it, or we just get used to the way it is (p. 85)

Ini seperti mempertegas yang pernyataan di nomor 1. Kalo kita punya goals, harusnya kita punya kemampuan untuk stick to it. Ini ibarat kata kalo kita lagi naik mobil di jalan tol, dan ada percabangan jalan. Yang satu jalur mau ke kota A dan yang satu jalur ke kota B. Kalo misalnya kita udah telanjur ambil jalan yang menuju kota A dan ternyata kita mau berubah di tengah jalan, kita akan cenderung udah males duluan untuk mempelajari peta lagi, atau balik arah yang akan memperlama waktu perjalanan, dan pada akhirnya kita milih untuk menghabiskan dulu sisa jalan tol itu sampai ketemu rambu – rambu baru. Aku jadi sangat tercerahkan dengan kalimat itu karena aku sering mikir “Dahlah lakuin/jalanin dulu aja”. Padahal dalam beberapa hal, cara berpikir ini akan bahaya kalo misalnya ternyata yang kita lakuin gak selaras dengan tujuan atau prinsip kita.

Setelah membaca ini, aku merasa damai. Damai dalam arti aku merasa seperti ‘klik!”, menemukan kalimat yang tepat untuk kegundahan yang aku alami. Jujur aja setelah aku lulus kuliah, aku merasa kayak paling tertinggal dibanding yang lain. Everyone seems already know what’s going on and what’s gonna happen with their life. Kayak udah tau mau ngapain aja, udah berada di jalur hidup yang mereka mau, udah mencapai sedikit demi sedikit target hidup yang jadi standar orang banyak, entah itu dalam karier, keluarga, maupun pasangan. Sementara aku disini merasa kewalahan karena aku lagi di fase yang masih mau mikir – mikir lagi ‘Bener gak sih aku kayak ngelakuin ini?’ atau ‘kalo aku ngelakuin ini berarti konsekuensinya ke depan siap gak ngadepinnya?’. Kebimbangan ini membuat aku merasa dunia seakan sangat cepat ritmenya. Nah, di buku ini kita diminta untuk menenangkan dan melambatkan diri kita. Dengan melambatkan, kita jadi lihat hal – hal yang terlewatkan ketika kita terlalu ‘terburu – buru’. Haemin sendiri menegaskan bahwa it’s okay, take your time when read this book. Buku ini memang dirancang untuk dibaca secara lambat supaya setiap makna bisa kita sadari betul. Ada banyak kata mutiara yang sebenernya sangat dekat dengan kehidupan sehari – hari dan kamu harus bener – bener baca semuanya dari awal sampe akhir.

Di tahun 2012, buku ini masuk dalam list buku best – seller selama 41 pekan dan terjual lebih dari tiga juta kopi selama tiga tahun serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Aku baca buku ini dalam versi Bahasa Inggris. Buku ini sepertinya belum diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sehingga masih sulit ditemukan di toko – toko buku offline. Aku beli buku ini di Periplus Hartono Mall Yogyakarta. Jadi mungkin kamu bisa menemukannya di Periplus seluruh Indonesia. Ini adalah tipe buku yang aku suka, jadi buat kamu yang lebih suka cerita fiksi akan merasa bosan dan mungkin merasa bahwa buku ini terlalu umum.

0 comments:

Post a Comment